Yang Tak Terungkap (Cerpen Islami)



YANG TAK TERUNGKAP
Karya Raden Bondan

I.Mencintai Sejantan Ali
Mendengar Fatimah dikhitbah seorang sahabatnya, terasa ada sebuah rasa yang menyelinap dalam hati seorang putra Abu Thalib.
Marah tidak, kecewa pun tidak, namun dengan kejantanannya, dia pun berucap “aku mengutamakan kebahagiaan Fatimah atas kebahagiaanku”
(Salim A.Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang.)
“......”dia merenung melihat sebuah peristiwa
“dek, jangan lupa hadir ya...” dia masih melanjutkan
“...insyaallah, teteh menikah tanggal 7 Juli, teteh harap adek bisa datang”
“....” dia masih merenung membaca kabar gembira yang memenuhi hati seorang sahabatnya itu. Dia mencoba bertanya dalam hatinya.
“setiap orang akan mendapat berita kegembiraan ini, begitupun dengan aku kelak jika akan menikah”jawabnya dalam hati
Dia pun menulis
“selamat bahagia teteh, semoga langgeng, aduh maaf sepertinya saya tidak bisa datang, hehe” mencoba mengendalikan perasaannya.
“....”dan akhirnya dia mematikan onlinenya, dan...



Ya air mata mulai bercucuran dari wajah polosnya, entah hari itu mungkin yang teraneh, wajahnya tersenyum dengan air mata yang mengalir deras, menetes hingga membasahi pipinya. Entah pula apakah ini tanda dia bahagia mendengar sahabat akrabnya akan menikah ataukah sebaliknya. Terusik hatinya akhirnya berbicara
“aku menyayangi teteh...””ini sudah ketentuan Allah..”
Ahhh, akhirnya dia berbicara dengan sejujurnya dalam sholat malamnya itu. Dan diapun terlelap hingga sang fajar tiba.
Keesokan harinya, dia menjalani kehidupan perkuliahan seperti biasa. Tidak terlihat sedang mengalami kegembiraan dan kesedihan, dia tetap menjaga ketenangannya hingga akhirnya.
“teman – teman, insyaallah tanggal 7 bulan sekian, teteh kita nih... akan menikah, yuk kita hadiri walimahannya, yang bisa konfirm ya” dia membaca sms singkat itu.
Muslim adalah satu saudara, salah satu hak dan kewajiban seorang muslim adalah menghadiri jika diundang. Sepertinya ini adalah ujian yang dia belum mampu melaksanakannya untuk saat ini.., hatinya pun berdebat
“kalau kamu memang mencintainya dengan tulus, seharusnya kamu bisa datang dan mendoakannya”
Sedangkan hatinya yang lain
“kamu tidak perlu datang, tunjukkan saja rasa sakitmu itu”

Namun batinnya terdalam berkata
“kalau tidak bisa datang, baiklah namun itu tidak dibenarkan, paling tidak doakan teteh itu untuk meraih kebahagiaannya, jangan kamu mengganggunya karena seorang yang mencintai dengan iman, yang akan berbicara adalah imannya bukan nafsunya”
Diapun mengkonfirmasi
“aduh hehe, maaf ada pekerjaan. Titip salam dan doa untuk beliau”
“baiklah”jawab si teman
Lagi – lagi dia menyembunyikan perasaannya karena dia tahu menurut sebagian orang, tindakan dia yang mencintai teteh itu adalah bodoh dan konyol, daripada mendapat tanggapan yang buruk, lebih baik dia menutup perasaannya dan berkaca dengan Allah. Sejak itu si pemuda mulai menutup masalah pribadinya, di dalam hatinya masih ada rasa (mungkin rasa kehilangan, karena teteh itu selalu menjadi tempat curhatnya, namun disisi lain rasa bahagia, karena dia dapat melihat senyum bahagia si teteh ketika bertemu dijalan. Ya... dipergaulannya, si teteh ini merupakan satu – satunya teman yang tidak segan menyapa si pemuda yang dikenal seperti singa padang pasir). Jadi mungkin bisa dikatakan sedikit beralasan kenapa dia menutup diri.

Terpuruk dalam kesedihan atau bangkit membangun diri menjadi terbaik karena Sang Maha Pengasih memberikan pilihan lain untuk si pemuda. Pilihan untuk bersabar di jalan-Nya, pilihan yang membuat dia melihat ke dalam batinnya.
“hari ini adalah hari kebahagiaan teteh, apakah pantas aku termenung kecewa melihat seorang yang kucintai sejak dulu kini tersenyum bahagia, apakah pantas aku termenung sedih melihat keceriaan terpancar dari wajah si terkasih, apakah pantas aku mengecewakan Tuhan atas kesempatan dimana kami pernah berteman, dan apakah pantas aku menghardik Tuhan hanya karena aku tidak berjodoh dengan teteh.
...sipemuda masih termenung beberapa saat, hingga seketika ada yang menepuknya.
“hey...ngelamun ya?”
“oh kamu Abu””membuat terkejut saja”
“kamu ini... ngelamun apa sih?”
“nga apa – apa...””besok ada UAS ey..”
“hehh...”
“kenapa?””kok curiga gitu?”
“ahhh, nga...”
“ngomong – ngomong ada perlu apa?””bukannya kamu dan teman – teman ma pergi ke walimahan teh...”
“mobilnya penuh, jadi yang bisa saja”
“mmm?”
“ehh.. pernah dengar nga?”
“dengar apa?”
“pernah baca di buku Salim A. Judulnya Jalan Cinta Para Pejuang..”
“terus ?”
“katanya ada seorang perempuan yang dulu pernah menikah dengan seorang laki – laki, suaminya ternyata dipanggil oleh Allah diumur mudanya, lalu perempuan itu menjanda dan kemudian ada yang meminang lagi...”
“beuhhh... cerita pernikahan, lagi malas nih..”
“dengerin dulu?
“....”
“kemudian si perempuan itu masuk surga, dan oleh Allah dinikahkan kembali dengan sosok calon suaminya yang paling baik, dan akhirnya itulah jodoh si perempuan itu. Jodohnya ketemu lagi di akhirat dan menjadi penghuni surga.”
“..??”
“tenanglah, kalau memang berjodoh. Pasti tidak akan kemana?”(jawabnya sambil tersenyum)
“...?”
“dunia ini hanya sementara, surga adalah dunia yang sebenarnya”
“...thanks”

Hari itu menjadi suatu kepingan penyemangat. Sepertinya Abu temannya mengetahui perasaan si pemuda pada si teteh itu, namun dia mencoba menyemangati dengan tanpa menyakiti dan melanggar aturan agama. Setelah itu si pemuda pun sholat dan berdoa
“Ya muqqolibal qulub sabits qolbi ‘ala dinika wa’ala thoatid”
(wahai pembolak – balik hati, teguhkan aku dalam agama-Mu dan dalam menjalankan perintah-Mu)
Si pemuda memulai kehidupan barunya itu, perasaannya terhadap teteh itu cukup Allah yang menjadi penjaga-Nya.
Seperti kata Ali ketika mengetahui Fatimah dilamar oleh Umar dan Abu Bakar
“aku mengutamakan kebahagiaan Fatimah atas kebahagiaanku”
(Salim A.Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang.)

II.Dan Komitmen itupun Diuji
Si pemuda adalah seorang laki-laki yang jauh dari predikat pemuda saleh, jauh dari predikat pemuda berada, dan jauh pula dari predikat pemuda ramah. Pemuda ini dikenal sebagai ketegasan dan kedisiplinannya, namun satu diantara rekannya ada juga berani menyapa setiap bertemu, ya si yang terkasih. Namun kini seorang teman terkasih sudah memiliki kehidupan baru sebagai istri dan ibu dari calon anak-anaknya nanti, apakah masih pantas si pemuda menjalin hubungan ? jawabnya adalah ya saat pemuda sudah tidak memiliki rasa lagi, namun jika masih ada maka lebih baik si pemuda dianggap pemuda galak kembali bahkan oleh si yang terkasih daripada dia menimbulkan gangguan pada si teteh, begitulah yang dirasakan si pemuda.
Pada hari kelulusan
“Wuhuuuu,,,,, aku lulus!!!” teriak gembira si pemuda
“selamat man?”
“sama-sama, Abu” “haha”
Ada sms masuk
“untuk akang teteh yang telah lulus, kami ucapkan selamat. Mengingat hari kelulusan, diharapkan kita kumpul di ... untuk foto perpisahan”
Si pemuda itupu n bergegas menuju tempat kumpul, kebetulan tidak jauh dari aula wisuda.
Namun....
“....?” si pemuda itu tiba – tiba terdiam
“Sulaiman?” “mau kumpul kan, ayo?” “kebetulan ada teh ...”
“oh... , aduh....ckckck” si pemuda berpura – pura
“ada apa?”
“eheheh, ada sms, oleh ibu” “maaf ya, titip salam untuk semuanya”
“....he..” “oke deh”
Pemuda itupun pergi, pemuda itu baru melihat si teteh dengan teman – temannya, ditempat itu sambil menggendong bayi ditemani suaminya, tidak perlu dijelaskan lagi pemuda itu bahagia melihat si teteh sudah memiliki anak dan tersenyum , dan itu sudah cukup menjadi hadiah wisuda dia yang terindah. Namun lagi – lagi, sifat nuraninya yang masih dalam perbaikan merasakan hati yang remuk... dia tidak tahan, dia bahagia namun juga masih sedih.

III. Perubahan
Si pemuda itu beranjak dewasa dan dia memutuskan bahwa perasaan di ke teteh tidak bisa hilang dalam waktu dekat maka dia memfokuskan kembali untuk bekerja setelah lulus. Dengan niat ingin melupakan si Teteh, diapun hilang dari masyarakat dunia maya, termasuk dari si teteh. Pemuda itu masih mengingat sikap Putra Abu Thalib
“Aku mengutamakan kebahagiaan Fatimah atas diriku”
Maka dengan niat ingin ikhlas, dia pun berkata dalam lubuk hatinya
“Aku mengutamakan kebahagiaan Teteh atas diriku”

Dan dua tahun telah berlalu...
Disebuah jalan menuju masjid raya
“MAN!!” sapa seorang dari belakang
“ABU!!”
“Apa kabar kamu nih...?”
“ahaha, baik. Alhamdulillah, kamu sendiri bagaimana?”
“Sama, baik ko” “lama tidak berjumpa” “kemana saja kamu?”
“hehe..” “Lagi ngapain Abu?”
“Mau sholat lah” “hayu bareng”
“hayu – hayu”

Setelah sholat, kedua sahabat itupun asyik berbincang
“Sibuk apa sekarang Man?”
“mmm, ahaha, nga sibuk ko”
“merendah saja kamu ini?” “main kerumah yo?”
“memang tidak apa?”
“ya tidak apa lah” “kamu ini bagaimana sih?” “saya mau mengenalkan anak dan istri saya”
“Abu sudah menikah??”
“Alhamdulillah, sudah Man”
“Subhanallah, Baarakallaahu laka, wa baarak’alaika, wa jama’a bainakumaa fii khaiiir” “afwan ya tidak datang”
“tidak apa ko, terimakasih ya” “kamu kapan Man?”
“...” “insyaallah”

Tiba – tiba ada suara yang memanggil dari belakang
“Pak?” “Pak?”
“?”
“..” Sulaiman melihat sekilas ke belakang
“..., siapa Man?”
“hehe” “cuman rekan pimpinan tempat saya bekerja ko, yok ke rumah mu?”
“ohhh”

Di rumah Abu
“ini anakku Man?”
“heeeeh, lucu sekali Bu” “Siapa namanya?”
“Annisa Salamah” “dan ini istriku man?”
“memangnya istrimu kemana?”
“sedang mengajar di masjid”
“subhanallah, Abu. Beruntung kamu memiliki seorang istri seperti itu?”
“alhamdulillah Man, berkat Allah”
“ngomong – ngomong Abu, kamu sekarang kerja apa?”
“nganggur man, saya mah lagi nyari kerja”
“memangnya pekerjaan kamu dulu bagaimana”
Abu pun menceritakan kisahnya itu, dia mendapat PHK dari kantornya, dan kini hanya mengurus masjid setempat. Seluruh biaya hidup mereka ditanggung oleh istrinya yang seorang ustadzah dan guru agama di sebuah SD sederhana.

Akhirnya si pemuda itu bertindak
“Ijazah kamu masih ada Abu?”
“??” “memangya kenapa Man?”
“insyaallah , di tempat saya ada lowongan kerja”
“wah, yang benar Man?”
“insyaallah, nanti saya urus segalanya”
“...saya jadi nga enak”
“nga enak kenapa?” “kita kan teman, jadi perlu tolong menolong”
Setelah dua tahun, si pemuda itu sangat berubah, dia tidak tahan derita sesamanya. Sebetulnya apa yang terjadi selama dua tahun ini.
IV. Kenyataan yang Berkabut
Di sebuah rumah sakit
“Putri ibu dan suaminya... kami minta maaf” ucap si dokter selepas dari ruangan
“.....”

Terbujur kaku seorang ibu dan bapak mendengar anak dan suaminya telah tiada, namun si bapak mencoba tegar
“bagaimana dengan cucu kami?” dengan menahan sedih.
“Cucu bapak dalam keadaan kritis namun masih dapat terselamatkan. Namun..?”
“Namun kenapa?”
“kemungkin besar, cucu bapak hilang ingatan total?”
“.....”

Dilain tempat
“Saya terimah menikahnya Atisa Khazanah Binti Fulan dengan seperangkat alat sholat dan... dibayar tunai”
“Alhamdulillah” gema semua tamu dan saksi dalam pernikahan itu. Si pemuda itu alhamdulillah menemukan jodohnya setelah kembali. Diapun segera melamar sang calon istri dan terselenggaranya dalam dua minggu.
“Selamat ya Sulaiman” “Baarakallaahu laka, wa baaraka’alaika, wa jama’ah bainakumaa fii khaiiir”
“syukron Abu” dengan senyum yang tidak pernah dia perlihatkan sejak dulu. Hari ini adalah hari bahagia bagi dirinya karena setelah sekian lama, akhirnya dia bertemu dengan teman seperjuangannya.
“Abu...” bisik seorang teman
“ada apa?”
“ini...?”
“????”
“innalillahi...” dengan suara pelan.
“bagaimana?”
“sssstt, ini adalah hari kebahagiaan Sulaiman, jangan diberitakan dulu” “setelah ini kita jenguk ke sana...”
“ya...”
“ehhh ada apa ini...” Sulaiman menjamu para sahabatnya dengan membawakan minuman manis.
“tidak kok Man, ini si Budi tadi bisik – bisik, kapan dia dapat jodoh gitu?”
“oh gitu ,ahahaha”
Sebuah pertemuan dan sebuah perpisahan, sebuah kebahagian di dunia sementara dan sebuah kebahagiaan di dunia sebenarnya, tanpa ada yang memberitahu kabar itu, kabar bahwa si teteh telah meninggal karena kecelakaan Sulaiman pun melanjutkan kehidupan barunya.

Satu tahun pun berlalu sejak pernikahan Sulaiman dengan Atisah Khazanah, namun sebuah tanda kasih sayang-Nya telah dituangkan pada hidup mereka.
“....”
“jadi begitu, mas dan mba?”
“apa tidak salah, dok”
“kamipun telah mengulang-ngulang hasil, namun tetap sama”
“...” si istri cuman bisa terdiam
“...” si suami pun tetap menenangkan si istri
“maaf ya Mas..”
“ini bukan salah neng... kok”
“maaf kalau mencoba membantu?”
“...”
“kalau memang mba dan mas benar – benar ingin memiliki anak” “kami bisa melakukan pengobatan pada rahim istri mas?” “namun...?”
“namun kenapa dok?” tanya si istri
“namun resikonya sangat besar”
“..ya..saya..”
“tidak usah, dokter!” jawab si suami
“Mas...?”
“ini ujian dari Allah, neng” “insyaallah kalau sudah saatnya, Dia pasti akan memberikan kita anak”
“...iya mas..”
Ya mereka berdua belum dikarunia anak sejak pernikahannya dua tahun silam, dan ketika mengkonsultasikan kepada dokter ternyata ada gangguan pada saluran reproduksi Atisah. Gangguan itu menimbulkan hambatan pada pembentukan zygot. Adapun upaya untuk memulihkan telah disampaikan oleh dokter, namun si pemuda tidak mau karena menimbulkan resiko pada kesehatan istrinya.

Keesokan harinya
“Neng, akang pergi dulu?”
“iya kang, hati – hatinya” senyum manis si istri melepas kepergiaan si pemuda.
“Neng, nanti jadi ke panti asuhan?” tanya si pemuda sambil memasang helmnya
“insyaallah Mas..?” sambil membungkus makanan
“ada kegiatan kah?”
“eheu.. ada kunjungan ke panti asuhan dari ibu – ibu sini, jadi neng juga diajak” “ini kang”sambil menyerakan rantang makanan
“ya sudah... hati – hati dijalan nanti ya”
“yey, akang kayanya deh yang harus hati – hati, kan naik motor?”
“haha, ya udah akang berangkat dulu, assalammu’alaikum”
“wa’alaikumsalam kang..”

Si pemuda pun berangkat untuk bekerja, sementara itu si istri terdiam..
“Mama... Ade mau berangkat ke sekolah ya?”
“hati – hati ya de” sapa seorang ibu tetangga
“...” si istri cuman bisa termenung
“(kalau saja aku bisa melahirkan, Mas pasti akan sangat senang)”

Tidak lama kemudian ada sms masuk..
“.. dasar si Mas... ” si istri tersenyum

Jangan melamun Neng... Mas sudah bahagia kok sudah menjadi suami neng dan memiliki istri seperti Neng... hehehe_^
“suatu saat insyaallah Allah akan memberikannya, sampai saat itu aku harus menjadi istri yang baik untuk Mas..”
Malamnya di rumah
“Assalammu’alaikum, Neng. Mas pulang..?”
“Wa’alaikumsalam, Mas... sudah sholat belum?”
“iya... nih, mau wudhu dulu” “Neng sudah dari panti asuhan, gimana tadi?”
“nanti deh.. Neng cerita ya sehabis sholat”

Setelah sholat, kemudian ketika makan di ruang makan
“...oh.. begitu, ada anak yatim ya?”
“iya.. mas” “kalau mas tidak keberatan, Neng ingin mengangkat dia sebagai anak angkat kita..”
“..” si pemuda pun tersenyum. “Neng suka dengan anak itu kah?” jawabnya sambil meminum teh.
“iya Mas... anaknya lucu sekali...” “ingin sekali rasanya..” jawabnya sambil tersenyum.
“ya sudah tidak apa – apa, Mas juga setuju ko...”
“benar Mas...”
“iya tidak apa...” “lagipula Neng juga senang kan...heehe”
“...”si istri tersenyum mendengar jawaban si pemuda.

Dua minggu kemudia, kedua suami istri itupun berkunjung ke panti asuhan untuk mengurus segala keperluan dengan petugas di sana.
“Ini Mas..” jawab sang istri sambil menggendong seorang bayi..
“Cantiknya anak ini neng” si pemuda terkagum – kagum melihat keindahan raut wajah si bayi itu.
“iya kang.. haha” “cup-cup...” si istri sambil menggendong si anak yang masih bayi itu.
“ya sudah... kalau begitu Mas... akan mengurus administrasinya ya Neng, neng disini saja..”sambil memegang tangan si istri yang menggendong si bayi.

Di kantor panti asuhan, si pemuda membaca arsip tentang riwayat orang tua si bayi, dia terkejut dan setetes air mata keluar. Bayi itu tidak lain adalah anak dari siteteh yang dulu dia cintai.
“kenapa mas..?” tanya si petugas
“....oh tidak” “(Ya Allah..)” “orang tua anak ini mengapa bisa meninggal”

Dan akhirnya si pemuda itu mengetahuinya, si teteh dan suaminya meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil ketika hendak kembali dari rumah orang tuanya di Garut.
“innalillahi wa innalillahi rojiun...” “oleh Engkau kami diciptakan dan kepada Engkau kami pun akan kembali” sambil menahan sedih.
“Mas...” tanya si petugas
“oh.. maaf, jadi bagaimana?” sambil menyeka air mata, akhirnya si pemuda pun mengurus administrasi si bayi itu untuk menjadi anak angkat dia dan Atisah.
“baik mas... kalau begitu, saya akan menyiapakan arsip – arsip dulu”
“ya terimakasih”

Sambil menunggu, si pemuda pun menghampiri istrinya. Sang istri terlihat sangat senang menggendong calon anak angkatnya. Wajah sangat gembira terlihat pada dirinya
“Mas..., ke sini” Neng mau foto bareng kita bertiga”
“...” sambil tersenyum si pemuda menghampiri istrinya itu
Akhirnya mereka pun foto bertiga seperti sebuah keluarga yang baru mendapatkan berkah dari-Nya, sebuah kebahagiaan dan karunia telah terpancar dari kedua insan tersebut.
“(Aku dan istriku insyaallah akan menjaga dan menyayangi anak mu ini teh seperti halnya anak kami sendiri, karena beristirahatlah dengan tenang teh...)”
V. Fifa Alwi Annisa
Anak itupun tumbuh berkembang menjadi anak perempuan cantik yang anggun, sehat dan cekatan. Anak itu diberi nama Fifa Alwi Annisa, nama itu diambil dari nama orang tua Fifa yang dulu meninggal, dan kemudian dirangkaian dengan nama istri si pemuda, yaitu Atisah.

Fifa sangat dekat dengan Atisah dan Sulaiman, karena ketika disatu saat Atisah sedang ada keperluan maka Sulaimanlah yang menggantikan menjaga Fifa. Ada sebuah peristiwa yang menggetarkan si Sulaiman, yaitu paras Fifa benar – benar seperti si teteh seolah – olah dia sedang menjaga si teteh kecil. Namun hal itu tidak menjadikan gangguan dalam kehidupan rumah tangganya, karena apapun yang terjadi, teteh sudah meninggal, dan kini dia dan Atisah menjadi orang tua bagi Fifa. Suatu hari Fifa pernah berbicara yang menggetarkan hati Sulaiman, saat itu ketika Fifa mendengarkan tilawah sang ayah
“....” Sulaiman sedang tilawah
“....” Fifa sedang mondar – mandir, kesana-kemari, umurnya baru beranjak 8 tahun saat itu.
“?” tiba-tiba Sulaiman terhenti.
“Fifa... sayang... ma ayah dan ibu...” Fifa tiba – tiba memeluk ayahnya dari belakang.
“...haha, ayah juga sayang dengan Fifa” sekilas Sulaiman dan kemudian melanjutkan tilawahnya.

Fifa pun duduk melihat ayahnya yang sedang tilawah dengan khusuk.
“yah...”
“mmm”
“Annisa.. titip pesan...”
“?” si pemuda terkejut mendengar nama itu.
“Annisa mengatakan... sejak dulu sangat menyayangi ayah.. seperti adiknya sendiri... bahkan seandainya tidak ada yang melamar dulu.., beliau menunggu ayah untuk... melamarnya...,titip Fifa ya yah..” Fifa kemudian bermain kembali.
“....”sipemuda itupun terdiam mendengar nama itu. Annisa Alfiana adalah nama si teteh itu, dia pun meneteskan air mata mengingat hal itu.

Tak lama kemudian Atisah pun pulang dari pengajiannya
“Umi.. pulang..” jawab Fifa menjawab ibunya
“Assalammu’alaikum Fifa.., eh Mas kenapa?” tanya istrinya melihat si pemuda menangis.
“...Mas sangat mencintai Neng dan Fifa...”sambil memeluk Atisah dan Fifa
“eh... Mas kenapa?” “aneh saja deh..”
“....” masih menangis si pemuda
“cup – cup atuh.. mas, malu dilihatin Fifa..” sambil menenangkan si pemuda.
“ahaha.. iya maaf ya..”
“memang kenapa sih... Mas” sambil menggendong Fifa.
“nga.. cuman tiba – tiba ingin mengatakan itu... hehe”
“dasar Mas aneh.. ini Neng bawa kue dari arisan tadi..”sambil ketawa
“asyik.. ada kue.. ada kue” jawa Fifa

Keikhlasan untuk memilih antara yang belum baik dan sudah baik
Keihlasan untuk menjaga antara yang belum benar dan sudah benar
Keikhlasan untuk memelihara antara yang masih tidak menentu dan sudah ditentukan
Keikhlasan untuk melanjutkan kehidupan, menerpang ujian, dan meraih kebahagian
Dan keikhlasan untuk berkorban terhadap sebuah perasaan,
Dan keikhlasan untuk menerima takdir yang telah ditentukan...
Itulah mencintai secara dewasa..



Komentar