MENGAYUH RIDHO DI KOTA KUDA



MENGAYUH RIDHO DI KOTA KUDA
Karya Dini Andriani


Langit cerah menghempaskan nafas dari segala kepiluan. Burung-burung bernyanyi mengindahkan pagi. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu.
Pikiran dan hati kadang tak sejalan. Namun, ya... enjoy sajalah.
Ilmu, sebenarnya ilmu itu apa sih? Sepertinya semua orang sibuk dengan ilmu. Tentunya bukan hanya aku yang mengatakan semua itu. Bagiku, ilmu adalah sesuatu yang wajib dicari. Mengapa tidak? Dengan ilmu kita dapat mengamalkan apa yang kita ketahui. Dengan ilmu kita menjadi tahu. Bahkan yang mampu membedakan antara manusia dengan hewan pun adalah ilmu.


Mengayuh Ridho di Kota Kuda
Dan.... yang sedang aku tempuh sekarang adalah menuntut ilmu.aku adalah anak yang terbilang bandel. Tapi, semaksimal mungkin aku berusaha selalu on time terhadap apa pun. Tempat aku menuntut ilmu sekarang adalah di Pondok Pesantren Al-Multazam yang terletak di Jalan Raya Manis Kidul, Jalaksana Kuningan.
Pondok pesantren ini adalah satu dari sekian pondok pesantren yang aku pilih. Aku tidak tahu-menahu mengenai asal-usul pondok ini. Tetapi, aku berusaha mengetahuinya dengan cara searching di internet. Zaman sekarang,apa sih yang tak dibilang mudah. Semua sudah serba canggih . Karena kita dapat menggunakan hal apa-pun dengan media teknologi yang canggih. Subhanallah ya... umumnya sih aku searching bukan untuk lihat-lihat seputar pondok, tetapi facebook-an. Hahaha. Maklumlah anak muda sekarang, sama yang namanya teknologi itu begitu sangat antusias.

Huuuuh.....enggak gampang yang namanya menjalani pondok. Akukan anaknya so far so good. Namun, setelah menjadi anak pondok jadi begitu sangat bad.
Alhamdulillah, aku menuntut ilmu hanya karena aku ingin mencari keridhoan Allah. Aku ingin menghapus kesalahan dan perilaku yang kulakukan di masa lampau.
Dulu, aku adalah anak yang sering main, jarang salat, bahkan hingga membuat orangtuaku pusing dengan perilaku yang aku perbuat. Akhirnya orang tuaku memutuskan untuk memasukan aku ke pondok, Dengan harapan,aku dapat menjadi apa yang mereka harapkan. Entah ada angin apa tiba-tiba aku menyetujuinya dan aku berharap aku dapat menemukan sesuatu yang tidak aku temukan di luar sana. karena bagiku,menuntut ilmu itu penting. Karena, tidak semua orang menuntut ilmu bisa mengamalkannya dengan baik. Dan, innalillahi juga apabila menuntut ilmunya hanya karena ingin mencari kebahagiaan dunia saja.
Surya tenggelam keperaduannya....gelap, pilu, sepi dan tanpa nyanyian. Yang ada hanya suara berang-berang yang mengusik kesunyian.

Ya Allah...tak terasa waktu menuntunku menjadi sosok yang rajin ibadah dan takut dengan tata tertib. Kota ini menjadikan saksi untukku, untuk perubahan yang indah, “Terimakasihku padamu Ya Allah, atas anugerah yang Kau limpahkan padaku.namun,aku bukanlah orang yang sempurna.aku juga tak luput dari dosa dan kesalahan.” Aku selalu senantiasa berdoa mengharapkan keridhoan atas ibadah yang aku laksanakan. Janjiku saat ini adalah aku akan selalu beristiqomah dengan perubahan–perubahan yang begitu membuatku sadar akan pentingnya sebuah agama. Aku diajarkan oleh salahsatu guruku bahwa, ”Ilmu tanpa agama itu tidak ada apa-apanya.” Otomatis aku belajar juga harus disertai dengan pengokoh yang kuat. Pengokoh itu adalah ibadahku terhadap Allah Swt.

Di setiap hari yang aku lewati tidak lepas dari suatu kepercayaan. Sosok dari kepercayaanku adalah Al-Quran yang senantiasa selalu membuat hatiku tenang ketika apa pun terjadi setelah aku membacanya. Al-Quran yang membimbingku untuk selalu berada di jalan dengan memenuhi anjuran yang di anjurkan oleh Allah. Keridhoan serta keikhlasan yang aku tanamkan dalam hati untuk menuntut ilmu ini hanya karena aku ingin membebaskan orang tuaku dari siksa api neraka.

Dalam sujudku, aku selalu berdoa, ”Ya allah....lindungilah orang tuaku, jagalah mereka di mana pun mereka berada. Terangilah setiap jalan dan kehidupan yang mereka lakukan. Ya allah... jadikanlah aku anak yang sholehah, anak yang berbakti kepada kedua orang tuaku. Jangan kau bebankan aku untuk kehidupan mereka. Mereka telah mengasihiku selama aku di buaian sampai aku dewasa seperti sekarang ini.”
Terkadang, jika aku teringat akan keluargaku, aku selalu menangis. Hehehe.
Maklumlah, namanya juga baru pertama kali merasakan hidup di pesantren. Insyaallah, dengan niatku, aku akan menuntut imu sebaik mungkin dan semampu yang aku bisa. Aku telah berusaha dan usaha yang aku lakukan aku serahkan kembali kepada Allah Yang Maha Pencipta.

Menuntut ilmu itu ternyata indah jika kita menggunakan dan melaksanakannya dengan prosedur yang baik. Ilmu itu untuk diamalkan kawan, bukan untuk di sombongkan. Apalagi sampai digunakan untuk hal-hal yang tidak berguna dan mencelakakan diri kita sendiri. Itu merupakan sebuah kelaknatan. Allah memberi ilmu, namun, kita mempergunakannya untuk hal negatif. Berarti, kita telah menyiapkan satu tempat di neraka. Tapi, berbeda lagi dengan orang yang mengamalkan ilmu, berarti dia telah menyiapkan satu tempat di surga.
“Ya Allah...kapan ya, aku bisa menjadi orang yang bener-bener taat pada agama. Sedangkan, terkadang kalau aku lagi benci terhadap seseorang, aku suka menggunjing orang tersebut. Masya Allah, aku belum bisa menjadi orang yang benar-benar diharapakan. Masih banyak yang perlu aku perbaiki, termasuk perilaku yang aku lakukan.

Khemmm... nuansa indah dari pondok itu adalah kebersamaan. Walaupun terkadang banyak percekcokan di antara kita, tetapi kawan tak bisa jadi lawan. Kapan ya? Aku bisa mempunyai sesuatu yang benar-benar buat aku menjadi penghuni surganya Allah? Terus, apa bisa kalo misalnya aku meminta hak aku terhadap orang tuaku? Boleh gak sih, aku meminta keadilan terhadap Allah tentang kehidupan yang aku jalani?
Banyak sekali hal yang selalu aku pertanyakan. Namun, aku tidak pernah berani untuk menyakan hal tersebut. Untuk berusaha ridho dan ikhlas saja,aku membutuhkan cara sendiri. Aku orangnya tidak mudah menerima yang memang bertentangan dengan apa yang aku rasakan. Terlebih lagi, apa yang ada di hadapan aku adalah sesuatu yang tak pernah aku sukai.

Pondok pesantren Al-Multazam... be celean, be smart, Allahu Akbar. Pesantren ini benar-benar beda dari yang lainnya dengan fasilitas yang lengkap. Namun, anak-anaknya yang kurang lengkap. Kurang lengkap dalam ibadah. Sepertinya jarang sekali aku dapat melihat kawan-kawanku masuk ke dalam mesjid. Tapi, ya... mau bagaimana lagi, diajak juga pasti selalu, “Duluan aja,nanti aku nyusul.” Padahal nyusulnya itu kapan coba. Tapi, ya… terserah mereka juga sih, aku juga merasa kalau aku belum sepenuhnya menjadi orang yang taat.terkadang,aku juga jika kemalasan sudah melanda,aku sulit banget yang namanya mengikuti peraturan.

Always get your spirit for now. Walau kadang-kadang bolong,tapi yang penting niatnya saja tidak bolong. Iya enggak? Dalam syair Ta’lim Muta’alim yang aku pelajari bersama guruku,”Innamaa a’malu binniat (sesungguhnya,ilmu itu tergantung pada niatnya)”. Otomatis, jika niat kita baik, namun orang-orang tidak menerima kita, ya...jangan terlalu dipikirkan. Karena belum tentu juga mereka lebih baik daripada kita.
“Innallahha ma’asshoobiriin (sesungguhnya Allah beserta dengan orang-orang yang sabar.)”
Orang sabar bukan berarti selalu menrima kekalahan. Tetapi, bersiap untuk menjadi seorang pemenang dalam Akidah Islam. Aku sih, termasuk orang yang penyabar setelah aku dimasukan ke pondok. Bukan riya’ ataupun sombong, tetapi memang itu kenyataannya kok. Ingatlah, ”Ridho allah tergantung pada keridhoan orang tua, dan murka Allah tergantung pada murkanya orang tua, ”Itu yang selalu aku ingat. Makanya, aku berusaha menjadi anak yang taat, sholehah dan istiqomah dalam hal kebaikan.

Kebaikan itu gampang kok, asalkan di sertai dengan niat yang ikhlas karena Allah. Selama kita masih hidup, selama kita masih di berikan kesempatan, mengapa tidak? Kebaikan itu, pahala dan nilainya begitu sangat besar. Berbeda dengan kita hanya selalu berbuat keburukan. Hidup juga tak akan tenang, senang, dan tenteram. Hidup itu hanya sekali. Jadi, dari sekarang apa salahnya untuk kita merubah diri kita dengan mengayuh keridhoan Allah.



Komentar